Juwiter dan lika-liku perjalanan mengenal Apatisme

Logo Juwiter
Juwiter adalah organisasi atau wadah pemacu minat, potensi dan bakat anak. Bergerak bersama misi pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) untuk mewujudkan lingkungan Sekolah Sehat.

Juwiter dikembangkan dalam bentuk kelompok studi dan ekstrakurikuler, serta pendidikan non formal dengan output terbentuknya media-media komunitas sebagai wadah memacu minat, potensi dan pemberdayaan SDM dan SDA yang diharapkan mampu menebarkan informasi dan promosi kesehatan, pendidikan, sosial dan lingkungan hidup.

Juwiter merupakan singkatan dari Jurnalisme Adiwiyata Bermitra. Dalam pergerakannya Juwiter mengembangkan programnya untuk siswa - siswi di Satuan Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Mahasiswa dan Umum.

Juwiter juga mengembangkan metode pendidikan non formal yang dikembangkan dalam bentuk pendidikan kemasyarakatan dan pendidikan keluarga dalam memperkuat kemitraan untuk membangun kepedulian terkait pengembangan potensi SDM dan SDA dengan moto Dipaksa, Terpaksa, Terbiasa, Bisa, Luar Biasa. 

2.Kelompok Studi dan Ekstrakurikuler

Pengertian Kelompok Studi dalam buku ini mengacu pada undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak azazi manusia. Sedangkan pengertian ekstrakurikuler didasarkan pada undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional.

Sederhananya kelompok studi dan ekstrakurikuler (pengertian khusus) buku ini adalah sekumpulan manusia yang merupakan kesatuan dan memiliki identitas serta hak yang tergabung sesuai peraturan yang berlaku.

Pasal 6 (UU nomor 39 tahun 1999) menyebutkan setiap orang memiliki hak dalam pekerjaan sosial dan kebajikan, mendirikan organisasi untuk itu, termasuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, menghimpun dana untuk maksud tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3.Jurnalisme

Jurnalisme dalam Juwiter adalah sebuah misi pengembangan potensi peduli diri, alam dan jiwa untuk belajar membaca dan menerapkan metode insan pers sesuai dengan undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.

Terapan tersebut adalah dengan cara belajar mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya.

Dalam penerapannya, Juwiter berupaya bermitra dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia dalam rangka menebarkan, inspirasi, motivasi, informasi dan promosi kesehatan diri, alam dan jiwa.
  

4.Adiwiyata

Adiwiyata adalah upaya membangun program atau wadah yang baik dan ideal untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup untuk cita-cita pembangunan berkelanjutan.

Adiwiyata terinspirasi dari program pendidikan lingkungan hidup. Dalam Juwiter, fokus pengembangan diri yang dikembangkan adalah terkait informasi dan promosi kesehatan terutama melalui melalui majalah dinding sekolah, buletin sekolah, baik cetak atau website sekolah (online). 

5.Bermitra

Mitra dalam KBBI artinya teman, sahabat, kawan kerja; pasangan kerja; rekan. Dalam Juwiter karena ditambahkan awalan Ber, maka artinya tidak jauh berbeda. Dalam Juwiter karena terkait dengan Jurnalisme dan Adiwiyata maka mitra dari Juwiter adalah semua instansi, organisasi, profesi, personal dan sebutan sejenis sesuai adicita, kode etik dan istilah sejenis. 

6.Sejarah

Ekskul Juwiter dirintis sejak tahun 2005 oleh Muhammad Hamzanwadi als Emzet Juwiter. Ia merintis organisasi ini sejak menjadi sebagai ketua OSIS di MAN Selong. Pada awal pembentukannya (2005) program ini dinamakan Ekstrakurikuler Jurnalistic Student (Ekstrajust) atau Ekstrakurikuler Jurnalistik Pelajar (EJP)

Karena pemahaman yang berbeda Ekskul ini memiliki banyak kendala, tantangan dan rintangan. Namun, ujian tersebut menjadi pelajaran berharga bahwa kebijakan sekolah dan kepedulian pengembangan diri siswa dari keluarga besar sekolah adalah penentu kesuksesan.

Pada awal penrintisannya Juwiter hanya di dukung oleh 4 tokoh di almamater perintisnya, sebagaimana yang disampaikan pendirinya. adalah Drs.H Abd. Rasyid, (Kepala MAN Selong, saat itu) HM.Juani Salam, (TU) Mahfudz, S.Pd (Guru Bahasa Inggris) dan Mansur, S.Pd. (Pembina Pramuka)

Karena hanya beliaulah (4 tokoh tersebut) yang mendukung 100 % baik dengan biaya dari saku (donasi) pribadi ataupun melalui dukungan mental dan motivasi kepedulian mereka ditengah ke-apatis-an yang ada.

Perkembangan ekskul ini paling parah pasca (sesudah) Drs. H. Abd. Rasyid Pensiun, dan pendirinya saat itu (Kak Emzet) lulus dari almamater tercintanya.(Interviu, Februari 2016).

Catatan terkait figure-figur itu menjadi sangat penting dan harus diingat oleh pemangku amanah dalam organisasi ini karena jasa-jasa mereka sangat besar. Jasa-jasa mereka akan tercatat bersama tinta emas ditengah kerisauan siswa yang saat itu masih menjadi ketua OSIS (2004/2005)

 Sesudah dua diantara empat figure tersebut keluar dari tanah tempat semangat Juwiter ditanam, semangat itupun terlihat  hanya ada di pengurus intinya  saja (turun-temurun).

Pengurus yang diingat oleh Kak Emzet pada periode 2005 sampai 2009 diantaranya Hana Yusma Riandani, Siti Mamanatul Muaddah,  (pengurus pertama), Abd. Rozak, Ernawati, Aida Inaya Rabbi, Ahmad Syakban, dan sahabat lainya dengan indentitas / tahun perjuangan yang luput dari catatan.

7. Hadirnya Nursalim, dan Pedulinya Asrul Sani

Dalam pengembaraan Perintis Juwiter, yang jarang bisa konsentrasi dengan pekerjaan lain. Kak Emzet kemudian bertemu dengan H.L.M. Nursalim. Beliau kenal dekat sejak Nursalim menjadi kepala sekolah di SDN 10 Selebung – Ketangga. (2011-2013). Disanalah mereka berdua berjuang mengubah sekolah gersang menjadi hijau dan lestari melalui program Adiwiyata.

Pada tahun 2015, Kak Emzet yang selalu merindukan organisasi yang dirintisnya mendapatkan peluang, maka  melalui keberadaan H.L.M. Nursalim sebagai Kepala Seksi Kurikulum dan kesiswaan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kab. Lombok Timur, mulai mengatur langkah.

Nursalim risau dengan kondisi sebuah program nasional dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bernama Lomba Karya Jurnalistik Siswa (LKJS). Dimana sejak tahun 2013, Lombok Timur tidak pernah mengirim satupun utusan. Ini menunjukkan pembinaan menulis dikalangan siswa sangat minim.

Bagai Gayung Bersambut, Kak Emzet kemudian mengusulkan kepada H.L.M. Nursalim bahwa pembinaan Jurnalistik tersebut berbentuk ekstrakurikuler saja, karena jika berbentuk pelatihan sesaat maka hanya akan menghabiskan anggaran dan terkesan sebagai seremonial semata.

Usul itupun disetujui dengan idealisme harus memulai dari sekolah di luar kota, sekolah yang memiliki pemimpin (Kepala Sekolah) yang peduli produktivitas siswa, rensponsif dan mendukung inovasi.

Alasan tersebut dikemukakan sebagai inspirasi dikemudian hari. Jika sekolah diluar kota dengan input (siswa yang masuk) berprestasi menengah kebawah (bukan sekolah favorit) maka sekolah yang lain juga pasti bisa. Hanya saja tergantung kepedulian dan kebijakan pemegang kebijakan di sekolah tersebut, sejauh mana menerapkan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS).